Shio di Negara Asia Lainnya

Dalam banyak budaya Asia, sistem zodiak Tiongkok atau shio telah mengalami adaptasi dan pengembangan lokal. Negara-negara seperti Jepang, Korea, Vietnam, bahkan Mongolia dan Thailand memiliki cara unik dalam memahami, menggunakan, dan memperingati tahun-tahun shio. Meskipun simbol-simbol binatang sebagian besar tetap sama, maknanya bisa berbeda tergantung pada konteks budaya, sejarah, dan kepercayaan masyarakat setempat.

Artikel ini akan mengajak Anda menjelajahi lebih dari sekadar 12 simbol hewan. Kami akan menggali bagaimana masing-masing negara menerjemahkan nilai-nilai shio dalam kehidupan sehari-hari, dari astrologi hingga perayaan tahun baru, serta dampaknya dalam bidang relasi sosial, spiritualitas, hingga ekonomi. Mari kita mulai eksplorasi budaya ini dari timur ke barat!

1. Jepang: Eto dalam Budaya Pop dan Spiritual

Jepang mengadopsi sistem shio yang disebut Eto. Meskipun mengikuti susunan hewan yang sama dengan Cina, Jepang punya pendekatan berbeda. Shio di Jepang sangat menonjol dalam perayaan tahun baru atau Oshōgatsu. Setiap tahun, masyarakat menghias rumah dengan ornamen bertema shio, dan kartu ucapan tahun baru (nengajo) selalu menampilkan ilustrasi binatang tahun tersebut.

Dalam spiritualitas, Eto juga dikaitkan dengan kuil-kuil tertentu yang melindungi hewan-hewan shio. Misalnya, kuil Nezu di Tokyo dikenal sebagai tempat perlindungan bagi mereka yang bershio Tikus. Bahkan, beberapa bisnis dan artis di Jepang mempertimbangkan shio saat menentukan waktu peluncuran proyek atau pernikahan.

2. Korea Selatan: Ddi dan Kecocokan Sosial

Di Korea Selatan, sistem shio dikenal sebagai Ddi. Masyarakat Korea sangat percaya bahwa Ddi seseorang bisa memengaruhi hubungan sosial dan percintaan. Banyak orang tua mengecek Ddi calon menantu sebelum merestui hubungan. Dalam percakapan sehari-hari, bertanya tentang Ddi sering dianggap cara halus mengetahui usia lawan bicara.

Salah satu perbedaan unik adalah penekanan pada kombinasi elemen dan shio. Kombinasi ini disebut Gapja, sistem 60 tahun siklus yang sangat penting dalam astrologi Korea. Gapja dipercaya mampu menunjukkan sifat dasar dan arah hidup seseorang secara akurat.

3. Vietnam: Perbedaan Simbol Hewan

Meski mayoritas sistem shio diadopsi dari Tiongkok, Vietnam punya dua perbedaan mencolok: kucing menggantikan kelinci, dan kerbau menggantikan sapi. Dalam bahasa Vietnam, "mèo" (kucing) menggantikan "tu" (kelinci) karena dianggap lebih relevan dengan kehidupan lokal dan budaya pertanian.

Kalender Vietnam juga menggunakan sistem 60 tahun dan merayakan tahun baru dengan Tết Nguyên Đán, sama seperti Imlek di Tiongkok. Namun, ramalan shio di Vietnam sering dipadukan dengan praktik perdukunan dan tafsir mimpi yang menjadi bagian penting dari masyarakat pedesaan.

4. Thailand: Kombinasi Shio dan Kalender Buddha

Thailand menggabungkan sistem shio dengan kalender Buddha yang berbeda tahunnya dengan kalender Masehi. Misalnya, tahun 2025 dalam kalender Thailand adalah 2568 BE. Meskipun demikian, 12 hewan shio tetap digunakan terutama dalam upacara keagamaan dan ziarah di kuil.

Banyak kuil di Thailand memiliki patung-patung shio, dan pengunjung sering datang untuk berdoa di tahun shionya masing-masing. Praktik ini juga dikaitkan dengan konsep karma dan reinkarnasi yang melekat kuat dalam Buddhisme Thailand.

5. Mongolia & Nepal: Sinkretisme Astrologi Lokal

Di Mongolia dan Nepal, sistem shio bercampur dengan praktik astrologi lokal. Di Mongolia, sistem shio dikenal sebagai Horos Shashin, dan sering digunakan dalam kalender petani serta keputusan penting seperti pernikahan dan pembangunan rumah.

Sementara itu di Nepal, khususnya di kalangan etnis Newar dan Bhotia, sistem shio dipadukan dengan kalender lunar Hindu. Shio menjadi bagian penting dalam perayaan Lhosar, tahun baru Tibet, yang dirayakan oleh komunitas Buddha di pegunungan Himalaya.

Kesimpulan: Shio yang Mendunia namun Berakar Lokal

Meskipun berasal dari sistem astrologi Cina, shio telah menjadi bagian tak terpisahkan dari banyak budaya Asia. Tiap negara memberikan sentuhan khas—baik dari segi simbol, interpretasi, maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini membuktikan bahwa warisan budaya bisa terus hidup dengan cara yang relevan dan kontekstual.

Dengan memahami shio dari berbagai perspektif Asia, kita bisa belajar menghargai keberagaman sekaligus menemukan benang merah spiritualitas dan tradisi yang menghubungkan budaya Timur secara keseluruhan.